Isra’ Mi’raj (Perjalanan sunyi Nabi Muhammad SAW)
Seperti
yang kita ketahui bahwa pada tanggal 27 Rajab umat islam di seluruh dunia memperingati
hari isra’ dan mi’raj. Peristiwa di mana Nabi Muhammad SAW menerima perintah
secara langsung dari Allah mengenai sholat lima waktu sehari.
Isra’
dan Mi’aj adalah dua peristiwa berbeda yang dilakukan Nabi Muhammad dalam waktu
sehari semalam. Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram
(Mekah) menuju ke Masjidil Aqsa (Yerussalem). Sedangkan Mi’raj adalah perjalanan
Nabi Muhammad dari bumi menuju ke langit ke tujuh dan dilanjutkan ke Sidratul
Muntaha (akhir penggapaian) untuk menerima perintah langsung dari Allah SWT.
Dalam
Al-Quran Surat Al-Isra’ ayat 1 yang artinya :
“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya Muhammad pada
malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Agsa yang telah kami berkahi
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagai tanda-tanda kebesaran
Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat”. (QS . Al-Isra’:1)
Hal
yang menarik dari peristiwa Isra’ Mi’raj ini adalah perjalanan Nabi Muhammad
menuju langit ketujuh hanya dalam waktu satu malam saja. Dan tentang Mi’raj
Allah menjelaskan dalam Al-Quran Surat An-Najm ayat 13-18, yang artinya :
“Dan sesungguhnya dia Nabi Muhammad SAW telah melihat Jibril itu dalam
rupanya yang asli pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat Sidratul
Muntaha ada syurga tempat tinggal. Dia melihat Jibril ketika Sidratul Muntaha
diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian
tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm:13-18)
Dalam
perjalanannya menuju langit ketujuh Nabi Muhammad bertemu Nabi terdahulu dalam
setiap tingkatan langit. Dilangit pertama Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi
Adam A.S, di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa dan Yahya A.S, di langit
ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf A.S, di langit keempat bertemu dengan Nabi
Idris A.S, di langit kelima bertemu dengan Nabi Harun, di langit keenam bertemu
dengan Nabi Musa A.S dan di langit ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim A.S.
1.
Langit Tingkat Pertama
Rasullulah SAW bertemu dengan
manusia sekaligus wali Allah SWT pertama di muka bumi, Nabi Adam AS. Saat
bertemu nabi Adam, Rasullulah sempat bertegur sapa sebelum akhirnya
meninggalkan dan melanjutkan perjalanannya. Nabi Adam membekali rasullulah
dengan doa, supaya rasullulah SAW selalu diberi kebaikan pada setiap urusan
yang dihadapinya. Sambil mengucapkan salam, rasullulah meninggalkan langit
pertama untuk menuju langit kedua.
2.
Langit Tingkat Kedua
Nabi Muhammad SAW bertemu dengan
Nabi Isa dan Nabi Yahya. Seperti halnya di langit pertama, rasullulah disapa
dengan ramah oleh kedua nabi pendahulunya. Sewaktu akan meninggalkan langit
kedua, Nabi Isa dan Yahya juga mendoakan kebaikan kepada rasullulah. Kemudian rasullulah
bersama Malaikat Jibril terbang lagi menuju langit ketiga.
3.
Langit Tingkat Ketiga
Rasullulah bertemu dengan Nabi
Yusuf, manusia tertampan yang pernah diciptakan Allah SWT di bumi. Dalam
pertemuannya, Nabi Yusuf memberikan sebagian dari ketampanan wajahnya kepada
Nabi Muhammad. Dan juga di akhir pertemuannya, Nabi Yusuf memberikan doa
kebaikan kepada nabi terakhir itu.
4.
Langit Tingkat Keempat
Pada tingkatan ini, rasullulah
bertemu Nabi Idris. Yaitu manusia pertama yang mengenal tulisan, dan nabi yang
berdakwah kepada bani Qabil dan Memphis di Mesir untuk beriman kepada Allah
SWT. Seperti pertemuan dengan nabi-nabi sebelumnya, Nabi Idris memberikan doa
kepada Nabi Muhammad supaya diberi kebaikan pada setiap urusan yang
dilakukannya.
5.
Langit Tingkat Kelima
Nabi Muhammad SAW bertemu dengan
Nabi Harun. Yaitu nabi yang mendampingi saudaranya, Nabi Musa berdakwah
mengajak Raja Firaun yang menyebut dirinya tuhan dan kaum Bani Israil untuk
beriman kepada Allah SWT. Harun terkenal sebagai nabi yang memiliki kepandaian
berbicara dan meyakinkan orang. Di langit kelima, Nabi Harun mendoakan Nabi
Muhammad senantiasa selalu mendapat kebaikan pada setiap perbuatannya. Setelah
bertemu, kemudian Nabi Muhammad melanjutkan perjalanannya ke langit keenam.
6.
Langit Tingkat Keenam
Nabi Muhammad dan Malaikat Jibril
bertemu dengan Nabi Musa. Yaitu nabi yang memiliki jasa besar dalam membebaskan
Bani Israil dari perbudakan dan menuntunnya menuju kebenaran Illahi. Nabi Musa
juga terkenal dengan sifatnya yang penyabar dan penyayang selama menghadapi
kolot dan bebalnya perilaku Bani Israil. Selama bertemu dengan Muhammad, Nabi
Musa menyambut layaknya kedua sahabat lama yang tidak pernah bertemu. Penuh
kehangatan dan keakraban. Sebelum Nabi Muhammad pamit meninggalkan langit
keenam, Nabi Musa melepasnya dengan doa kebaikan.
7.
Langit Tingkat Ketujuh
Di langit ini, Nabi Muhammad bertemu
dengan sahabat Allah SWT, bapaknya para nabi, Ibrahim AS. Sewaktu bertemu, Nabi
Ibrahim sedang menyandarkan punggungnya ke Baitul Ma’muur, yaitu suatu tempat
yang disediakan Allah SWT kepada para malaikatnya. Setiap harinya, tidak kurang
dari 70 ribu malaikat masuk ke dalam.
Kemudian Nabi Ibrahim mengajak
Muhammad untuk pergi ke Sidratul Muntaha sebelum bertemu dengan Allah SWT untuk
menerima perintah wajib shalat. Sidratul Muntaha merupakan sebuah pohon yang
menandai akhir dari batas langit ke tujuh. Masih dalam hadits yang sama,
rasullulah SAW menceritakan bentuk fisik dari Sidratul Muntaha, yaitu berdaun
lebar seperti telinga gajah dan buahnya yang menyerupai tempayan besar.
Namun ciri fisik Sidratul Muntaha berubah
ketika Allah SWT datang. Bahkan Nabi Muhammad sendiri tidak bisa berkata-kata
menggambarkan keindahan pohon Sidratul Muntaha. Pada kepecayaan agama lain,
Sidratul Muntaha juga diartikan sebagai pohon kehidupan. Di Sidratul Muntaha
inilah Nabi Muhammad berdialog dengan Allah SWT, untuk menerima perintah wajib shalat
lima waktu dalam sehari.
Berfirman Allah SWT : “Hai Muhammad Aku mengambilmu
sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayangan dan
Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan
umatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan
Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah
apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang
bersyukur“.
“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada
mereka dari Ku”. Nabi kemudian menerima perintah untuk membawa amanah Allah
berupa shalat 50 waktu dalam sehari semalam untuk Nabi Muhammad dan umatnya.
Kemudian Rasulullah turun ke Sidratul Muntaha. Dalam
perjalanan pulang di langit keenam, beliau bertemu Musa A.S. Terjadilah
percakapan di antara keduanya, Musa menanyakan apa yang dibawa Muhammad setelah
menghadap Allah. Muhammad kemudian menjelaskan mengenai perintah untuk
melakukan shalat 50 waktu dalam sehari semalam. Musa lantas menyuruh Muhammad
untuk kembali menghadap Allah dan meminta keringanan.
Muhammad lantas kembali kehadirat Allah untuk meminta
keringanan. Permintaan tersebut dikabulkan, perintah shalat diturunkan menjadi
45 kali. Setelah itu Muhammad kembali dan bertemu lagi dengan Musa. Dikisahkan
Nabi Muhammad SAW sempat beberapa kali pulang pergi untuk meminta keringanan shalat,
hingga akhirnya turun menjadi lima kali dalam waktu sehari semalam.
Setelah perintah shalat diturunkan menjadi lima waktu
dalam sehari semalam, dikisahkan bahwa Nabi Musa masih menyuruh Muhammad untuk
meminta keringanan. Tapi Nabi Muhammad tidak berani lagi melakukannya karena
malu pada Allah, ia pun rela dan ikhlas dengan ketentuan tersebut. Nabi
akhirnya kembali dengan membawa perintah shalat selama lima waktu yang kita
kenal sebagai shalat Subuh, Zuhur, Asar, Magrib dan Isya.
Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih
Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW
saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat
Islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya orang-orang
beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam
perjalanan Rasulullah SAW ini.
Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang
disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan
dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga,
shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan
merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam
salah satu ayat Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 45, yang artinya:
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang
yang khusyuk. Yaitu orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui
Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS Al-Baqarah :45)
Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan
antara seorang hamba dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi
keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian.
Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan : “Apabila
pengabdian, sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan
dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani
kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut“. Perlu diketahui bahwa A. Carrel
bukanlah orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah
seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas
hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa
pendapat Carrel pun, Al–Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat
yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar,
sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.
Dengan demikian shalat sehari yang lima waktu ini
jangan sampai kita tinggalkan dengan alasan apapun, kecuali pada wanita yang
sedang datang bulan. Perintah shalat yang diberikan langsung dari Allah kepada
Muhammad merupakan perintah ibadah yang paling utama. Seperti yang dijelaskan
diatas shalat yang baik dapat mencegah perbutaan yang keji dan mungkar. Shalat
dapat diajadikan umat muslim sebagai media untuk mendekatkan diri dan
seoalah-olah kita bisa besrtemu dan melihat langsung Allah Sang Maha Pencipta.
Kita harus berusaha menghadirkan Allah ketika sedang melaksanakan shalat jangan
hanya sekedar bergerak dan membaca bacaan shalat tanpa mengetahui bahwa
sesungguhnya kita sedang berkomunikasai langsung dengan Allah. Selain sebagai
kewajiban utama seorang muslim shlat juga punya banyak hikmah bagi manusia yang
menjalankannya, salah satunya dibidang kesehatan.
Walaupun saat ini saya juga belum bisa melakukan shalat
dengan baik, karena shalat yang baik itu
berhubungan dengan keikhlasan hati kita dengan Allah. Saya pribadi tidak bisa
mendefinisikan keikhlasan tersebut. Akan tetapi suatu usaha untuk melakukan
ibadah dengan baik harus kita coba dan kita latih setiap harinya, agar kita
bisa menjadi lebih taat dan lebih mengerti tentang diri kita dan pencipta kita.
Sebagai umat beragama yang baik jadikanlah sebuah peristiwa yang ada dimuka
bumi ini sebagai pembelajaran dan sebagai penambah iman. Jadilah manusia yang “tanggap sasmita”, peka terhadap sebuah
peristiwa.
Semoga kita termasuk orang yang bisa menjadi lebih
baik dalam setiap waktunya. Manusia adalah orang yang rugi bila tidak bisa
memanfaatkan waktunya, waktu tidak akan bisa kembali. Waktu akan terus berjalan
membunuhnu dengan kejam, tanpa sebuah rasa belas kasihan untuk kembali mundur kebelakang.
Waktu adalah racun manis yang mematikan apabila kita tertipu oleh muslihat
setan. Waktu bisa berjalan lambat dan bisa berjalan cepat, tapi waktu tidak
mungkin bisa berjalan mundur kebelakang.