Powered By Blogger

Kamis, 14 Agustus 2014

RESPECT to AYI BEUTIK


KAMI SELALU SELIPKAN NAMAMU DALAM DOAKU(AYI BEUTIK)

Namun bagi Harimau Bandung bernama Ayi 'Beutik' Suparman, belang dan loreng Maung yang diwariskannya sungguh indah. Itu jika kita mencoba melihatnya dengan mata hati.

Tubuh besar, paras gahar, sering terlibat onar, hanyalah belang Ayi yang terlihat kasat mata. Tapi begitu kita mencoba menelusuri penggalan hidupnya bersama klub yang selalu dijunjung dan dibelanya, PERSIB, perlahan beberapa suri tauladan akan kita dapatkan dari Sang Panglima Viking ini.

Bentrokan Viking dengan suporter lawan atau kepolisian selalu melibatkan namanya. Ia sosok yang selalu menimbulkan kontroversi tapi tetap disegani.

Kini ia telah tiada. Pusara berukir namanya sudah tertancap.

Namun, kepemimpinan, ketegasan, dan keteladanannya akan tetap abadi dan indah. Berikut pembelajaran yang sekiranya bisa kita petik dari seorang Maung bernama Ayi Beutik.

1. Bukan Viking dan PERSIB Saja yang Kehilangan

Kepergian Ayi untuk menghadap Sang Pencipta pada Sabtu 9 Agustus lalu memang kehilangan bagi kubu PERSIB. Terutama Viking, organisasi suporter yang didirikannya bersama rekan-rekannya di tahun 1993.

Namun, kepergian Ayi seolah sudah menjadi duka nasional. Bukan Walikota Bandung Ridwan Kamil dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saja --yang keduanya sampai ikut menyalati jenazahnya--, Menpora Roy Suryo sampai merasa perlu mengeluarkan statement tanda turut berduka.

Kalau memang yang terlihat hanya belang Ayi berupa keonaran Bobotoh dan Viking karena seruannya, tentu tak akan seperti itu. Tentu banyak yang senang dan menari-nari dengan kepergiannya.

Ini tidak. Kematian Ayi Beutik tetaplah kehilangan besar bagi sepak bola Indonesia. Berbagai ucapan bela sungkawa juga datang dari klub-klub yang selama ini merupakan rival dari PERSIB.

Bahkan Persija Jakarta dan Jakmania sama sekali tak keberatan kota mereka digunakan untuk prosesi mengheningkan cipta bagi Panglima dari suporter musuh bebuyutannya itu. Spanduk putih bertuliskan, "Selamat Jalan Ayi Beutik," terpampang di tribun Gelora Bung Karno. Kian menunjukkan duka nasional karena GBK adalah stadion utama kebanggaan rakyat sepak bola Indonesia.



Bukan. Spanduk itu jelas bukan basa-basi semata. Ada semacam kehilangan mendalam. Jakmania juga kehilangan atmosfer rivalitas yang selama ini menjadi pelecut semangat pemain yang didukungnya.

Bagaimanapun, suporter lawan akan tetap merasa kehilangan atmosfer rivalitas kreasi dari Ayi Beutik. Atmosfer yang juga selalu ditunggu oleh pemain lawan. Seperti penuturan mantan striker Timnas yang kini membela Pelita Bandung Raya, Bambang Pamungkas, dalam akun Twitter pribadinya, "#RIP Panglima Viking Ayi Beutik. Terima kasih untuk atmosfer yang luar biasa, baik di Siliwangi maupun SJH (Si Jalak Harupat) selama saya berbaju Persija. #Respect

2. Panglima Viking, Dari Kekerasan Hingga Percontohan

Kekerasan memang mewarnai pembentukan Viking. Ayi Beutik tak menampik kalau Viking dulu adalah bobotoh garis keras yang biasa berdiri di tribun Selatan Stadion Siliwangi. Kekerasan yang timbul tak lain karena pembelaan untuk PERSIB semata.

"Kalau ada wasit tidak adil, langsung teriak dan masuk ke lapangan. Dihalangi oleh polisi dan tentara, lalu berantem sama polisi. Semenjak itu mulai diperhatikan. Lama-lama ada yang suka dan ada yang tertarik (bergabung). Jadi, akhirnya seperti ini, jadi banyak," tutur Ayi.

Sadar Viking mulai berkembang jumlahnya, Ayi pun berinisiatif lebih mengorganisir para suporter tersebut. Ia mengadakan pertemuan dengan pentolan suporter PERSIB dari beberapa daerah di Bandung. Heru Joko mewakili Cibangkong, Haris dari Pasundan, dua orang lagi dari jalan Bandung, dan Ayi mewakili Pasir Luyu. Rembug dari lima orang di kediaman Ayi itu lah yang kemudian melahirkan Viking pada 17 Juni 1993.

Secara organisasi, Heru Joko kemudian dikenal sebagai ketua Viking. Sementara Ayi dikenal sebagai Panglima.

Jabatan Panglima ini hanyalah achievment status karena Ayi selalu berada di garis depan kala Viking bentrok dengan suporter lawan dan pihak keamanan. Ia tak keberatan dengan status tersebut dan berusaha mempertanggung-jawabkan jabatan yang diberikan Viking padanya. Ayi tetap berada di depan demi mengayomi anggotanya yang ingin berjuang membela harga diri PERSIB.

"Viking ini kumpulan supporter yang bisa dibilang melibatkan puluhan ribu anggota. Tetapi waktu itu tidak ada struktur kepengurusan. Jadi, istilah panglima itu adalah bapak dari anak-anak. Jadi, kalau berantem atau ada apa-apa saya selalu yang paling depan. Julukan itu sendiri nggak ada yang ngangkat," kenang Ayi beberapa tahun lalu.

Perlahan, Viking mulai merapikan pengorganisasiannya. Cabang-cabang mereka bermunculan di Jawa Barat. Pemetaan cabang yang kemudian dinamai 'Distrik' ini dijadikan percontohan oleh basis suporter lain.

Beberapa tahun setelah Viking membesar, atau kisaran akhir 90-an, mulai bermunculan basis suporter yang mencontoh cara pengorganisasian Viking. Hanya penamaan cabangnya saja yang berbeda. Mereka tidak mengenakan Distrik, tetapi menggunakan Korwil (Koordinasi Wilayah).

Viking kian besar, mandiri dengan menjual merchandisenya, Ayi pun ikut dikenal. Jebolan Teknik Geodesi ITB ini pun kerap kali diundang beberapa basis suporter untuk menularkan ilmu 'persuporterannya'. Sebut saja suporter dari klub Semen Padang dan PSM Makassar.

Tapi Ayi tidak serta merta menularkan kekerasan. Ia menyebarkan ajaran membasiskan suporter demi satu tujuan bersama, membela harga diri dan kejayaan klub.

"Bukan musti rusuh. Tetapi, di saat harga diri dan kebanggaan kita terusik, misalnya; dilemparin, dicaci maki, dan dihina. Saat itu harga diri kita bangkit. Membela harga diri ternyata bangga dan indah sekali," tegas Ayi.

3. Abadikan Rivalitas Karena Sepak Bola Adalah Pengecualian

Berbicara tentang permusuhan antara Viking dan Jakmania, Ayi Beutik kerap dituding paling ogah untuk berdamai. Agenda perdamaian kedua basis suporter sebelum pertemuan pertama PERSIB dan Persija musim ini sempat ditolak olehnya. "Biarkan permusuhan ini tetap abadi," tegas Ayi.

Ungkapannya itu terkesan kontroversial memang. Namun kalau ditelusuri lebih lanjut, itu adalah bentuk tanggung jawab dari kepemimpinan seorang Ayi Beutik.

Dalam sebuah wawancaranya dengan Resi Fahma pada 2 Desember 2007, Ayi mengungkapkan cikal bakal permusuhan suporter Persija dan PERSIB. Permusuhan yang membuatnya tak lagi bisa numpang menginap di sekretariat Persija di bilangan Menteng kala PERSIB main di Jakarta.

Menurut pria yang biasa disapa Mang Ayi oleh Viking ini, permusuhan itu sebenarnya adalah salah tangkap maksud dari ucapannya. Di tahun 1998, suporter Persija datang mendukung timnya ke Bandung. Padahal waktu itu stadion Siliwangi steril dan tidak pernah ada suporter lain datang ke Bandung.

Dalam rapat Viking untuk persiapan mendukung PERSIB kala itu, ada anggota Viking yang bertanya, ”Kumaha Mang Ayi? (suporter) Persija datang."

"Peringatkan saja, 'Jangan macam-macam!'," jawab Ayi.

Namun, jawabannya tersebut disalah-artikan. Viking memberi peringatan pada Jakmania dengan tindakan pemukulan. Setelahnya, saat beberapa anggota Viking mendukung Timnas melawan Irak di Jakarta, giliran mereka yang dipukuli suporter Persija.

Meski awalnya salah menerjemahkan ucapannya, tapi Ayi merasa itu tanggung jawabnya. Sebab, kalimatnya adalah sumber permusuhan tersebut. "Itu adalah dosa saya. Dosa saya itu yang membuat Bandung dan Jakarta dan puluhan ribu massa sampai berantem, itu saya yang pertama salah," tegasnya.

Gesekan demi gesekan terjadi dan kobaran api permusuhan antara Viking dan Jakmania kian membesar. Tapi Ayi tak mau itu dipadamkan.

"Sepak bola di mana-mana adalah seperti itu. Ada ketegangan antar setiap rival. Di luar negeri, di seluruh dunia, hal seperti itu ada di sepak bola. Karena sepak bola itu pengecualian," ujar Ayi.

Ya, di sepak bola sendiri memang ada beberapa pengecualian. Hal-hal yang biasanya dicap buruk dan tak sesuai norma akan menjadi wajar dan sah di permainan mengolah si kulit bundar ini. Seperti kata Diego Maradona, "Di luar lapangan, kau memang tidak boleh menipu. Tapi di sepak bola, hal pertama yang harus kau pelajari adalah menipu."

Kembali ke maksud Ayi, bukan berarti sepak bola harus diwarnai perkelahian. Tapi lebih kepada rivalitas dan permusuhan yang harus dijaga. Tanpa rivalitas, pasti tidak akan ada lagi semangat kompetitif. Tiada permusuhan, pertandingan akan tanpa greget. Dan mungkin, sekali lagi mungkin, setiap pertandingan hanya akan bertajuk persahabatan. Hambar.

4. PERSIB, Warisan dan Mewariskan

Ayi selalu menganggap PERSIB adalah warisan Sunda, Jabar dan terutama bagi orang Bandung. Sudah selayaknya dijaga dilestarikan dengan meneruskannya kepada anak cucu.

Kata orang bijak, "Nama adalah doa,". Tak cuma kecap, Ayi pun melakukannya. Ia menamai dua buah hatinya dengan doa untuk PERSIB. Putra pertama diberi nama Jayalah Persibku.

"Tiap pagi saya memanggilnya Jaya... Jaya. Itu adalah doa untuk PERSIB," ungkapnya.

Sementara putri yang kedua diberi nama Usab Perning. Nama ini juga berarti PERSIB. Usab Perning merupakan hasil permainan suku kata dari bahasa prokem Garut yang sempat ngetrend di era 80-an.

Seorang Ayi juga mengaku keluarganya adalah segala-galanya. Untuk itu, ia ingin PERSIB menjadi bagian dari anggota keluarganya. Harus dijaga, dibela, dirawat karena bagian dari segala yang ia perjuangkan.

Sepertinya, di Indonesia cuma Ayi seorang yang menamai buah hatinya dengan nama klub. Cuma Ayi yang berani membuktikan pembelaan demi kejayaan klub turun temurun.

Sebagai Panglima ia tak cuma memimpin dan memerintah dengan kata-kata. Tindakannya adalah perintah dan tauladan. Memang begitu seharusnya pemimpin.

Terimakasih Ayi Beutik! Selamat Jalan, Panglima! Jayalah Persibku!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar