Powered By Blogger

Senin, 16 Mei 2016

Filosofi dan Makna Tembang Lir-Ilir Sunan Kalijaga Sebuah Hakikat Kehidupan

Pendahuluan.
Sunan Kalijaga merupakan salah satu wali songo yang terkenal. Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1455 Masehi, pada waktu muda Sunan Kalijaga bernama Raden Said atau Jaka Said selain itu disebut juga dengan nama Syekh Malaya, Lokajaya, raden Abdurrahman dan pangeran tuban[1] . Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Sunan Kalijaga sangat bersifat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka masyarakat harus didekati secara bertahap demi tahap, prinsipnya mengikuti sambil mempengaruhi. Itulah salah satu taktik dakwah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang. Beliau selalu memperkenalkan agama secara luwes tanpa menghilangkan adat-istiadat/ kesenian daerah (adat lama yang ia beri warna Islami) yang telah ada sebelumnya. Beliau terkenal dengan dakwahnya yang ajarannya terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk. Seni suara suluk karya Sunan Kali Jaga yang terkenal salah satunya adalah tembang lir-ilir.
Pembahasan
Lagu Ilir Ilir pada zaman Kerajaan Jawa Islam sangat populer dinyanyikan sebagai tembang dholanan dikalangan anak-anak dan masyarakat di Jawa. Dalam orde lama dan orde baru nyanian ini terdaftar sebagai lagu wajib  dalam lembaga-lembaga umum di Jawa timur dan Jawa Tengah. Namun pada era reformasi sekarang ini lagu tersebut jarang dinyanyikan kalangan anak-anak bahkan sudah tidak pernah lagi, Lagu ini mulai kembali digemakan baik dalam nuansa religius sebagaimana ditampilkan oleh grup musik  Kiai Kanjeng yang digawangi seniman dan budayawan Emha Ainun Najib maupun dalam konsep aslinya yaitu dolanan yang mulai dipopulerkan oleh grup band bernama Rich Band.
Sunan Kalijaga sangat akrab ditelinga rakyat apalagi didaerah Jawa, Beliau sangat terkenal karena berbagai ciptaanya dan dakwahnya .Salah satunya menciptakan tembang  seperti Tembang Rumekso in Wengi dan tembang Lir Ilir. Lir-ilir merupakan salah satu tembang Jawa di gunakan Sunan Kalijaga untuk melakukan dakwah Islam di Jawa.  Tembang lir-ilir tersebut berbunyi :
“Lir-ilir, Lir Ilir , Tandure wus sumilir , Tak ijo royo-royo ,Tak sengguh temanten anyar, Cah Angon, Cah Angon , Penekno Blimbing Kuwi , Lunyu-lunyu penekno  Kanggo Mbasuh Dodotiro, Dodotiro Dodotiro, Kumitir Bedah ing, pinggir , Dondomono, Jlumatono , Mumpung Padhang Rembulane, Mumpung Jembar Kalangane , Yo surako surak Iyo”
Tembang lir-ilir ini populer dalam berbahasa jawa karena diciptakan di Jawa, arti dalam bahasa indonesianya kurang lebih seperti ini :
“Sayup-sayup, Sayup-sayup bangun (dari tidur). Tanaman-tanaman sudah mulai bersemi, demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru. Anak-anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu, walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian. Pakaian-pakaian yang koyak disisihkan. Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore. Selagi sedang terang rembulannya. Selagi sedang banyak waktu luang. Mari bersorak-sorak ayo”
Tembang ini memiliki makna yang mendalam dan makna khusus karena tembang ini bukan tembang biasa. Jika kita dapat memaknai nya secara mendalam, tembang ini sebagai inspirasi kacamata kehidupan kita. Tembang karya Kanjeng Sunan ini memberikan hakikat kehidupan dalam bentuk syair yang indah. Carrol McLaughlin, seorang profesor harpa dari Arizona University terkagum kagum dengan tembang ini, beliaupun sering memainkannya. Dalam alinea pertamanya berbunyi “Lir-ilir-Lir-ilir, Tandure wus sumilir , ijo royo-royo, Tak sengguh temanten anyar” mempunyai makna bagunlah bukan berarti bangun dari tempat tidur. Tetapi kita diminta bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas, bangun dari kebodohan tentang tidak mengenal Allah, bangun dari sifat yang buruk penyakit hati, bangun dari kesalahan-kesalahan dan hendaknya kita senantiasa mohon ampun kepada Allah dan brdzikir untuk lebih mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Allah dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. “tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak, senggo temanten anyar”. Bait ini mengandung makna  jika kita telah berdzikir kita akan mendapatkan banyak manfaat bagi kita sendiri dan menghasilkan buah makrifat atas izin Tuhannya. Pengantin baru ada yang mengartikan sebagai Raja-Raja Jawa yang baru memeluk agama Islam. Sedemikian maraknya perkembangan masyarakat untuk masuk ke agama Islam, namun taraf penyerapan dan implementasinya masih level pemula, layaknya penganten baru dalam jenjang kehidupan pernikahannya msih dalam level pertama.
Selanjutnya makna Cah Angon-cah angon Penekno Blimbing Kuwi Lunyu-lunyu penekno Kanggo mbasuh dodotiro . “Cah angon” ? kenapa kata yang di pilih Sunan Kalijaga adalah cah angon, bukan presiden atau para pengusaha, ini menjadi pertanyaan besar buat kita ? Sunan Kalijaga memilih kata “cah angon” karena pada dasarnya cah angon adalah pengembala, Pengembala mempunyai makna seorang yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu “menggembalakan” makmumnya dalam jalan yang benar yang diridhoi oleh Allah. Pengembala dalam tembang disini masksudnya dapatkah kita menggembalakan dan menahan hati kita dari dorongan hawa nafsu yang demikian kuatnya dan menahan hal-hal yang membuat kita akan cenderung melakukan dosa. Kita harus menentang hawa nafsu yang dapat menejerumuskan kita  ke lembah syetan yang tidak diridhoi Allah, dengan cara berpegang teguh dengan rukun Islam yang yang notabene buah belimbing bergerigi lima buah yang di ibaratkan rukun islam.  Jadi meskipun sulit, kita harus sekuat tenaga tetap berusaha menjalankan rukun islam yang merupakan dasar dari agama Islam meskipun banyak halangan dan rintangan. Penekno ? dalam bahasa indonesia adalah “panjatlah” ini adalah ajakan para wali kepada Raja-Raja tanah Jawa untuk memeluk Islam dan mengajak masyarakat untuk mengikuti jejek para pemimpin Islam Nabi dan Rosul dalam menjalankan syari’at Islam. Walaupun dengan penuh rintangan baik harta, benda maupun tahta dan godaan  lain maka kita harus tetep bertaqwa kepada Allah.
Dodotiro Dodotiro, Kumitir Bedah ing pinggir”, yang maknanaya Pakaian taqwa harus kita bersihkan, yang jelek jelek kita hindari dan kita tinggalkan, perbaiki kehidupan dan akhlak kita, seperti merajutpakaian hingga menjadi pakaian yang indah ”karena sebaik-baik pakaian adalah pakaian bertaqwa kepada Allah. Dondomono, Jlumatono, Kanggo Sebo Mengko sore ini Pesan dari para wali bahwa suatu ketika kamu akan mati dan akan menemui Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu didunia baik amal baik maupun amal buruk. Maka perbaikilah  dan sempurnakanlah ke-Islaman kita agar kita selamat pada hari pertanggung jawaban kelak. Pakaian taqwa kita sebagai manusia biasa pasti terkoyak dan berlubang, untuk itu kita diminta untuk selalu memperbaiki dan membenahinya agar kelak kita sudah siap ketika dipanggil menghadap kehadirat Allah SWT.
Mumpung padhang rembulane Mumpung jembar kalangane Yo surako surak iyo!!! Selagi kita masih ada kesempatan, kita harus senantiasa mohon ampun kepada Allah, menahan hawa nafsu duniawi yang dapat menjermuskan kita, dan senantiasa bertaqwa kepada Allah sebagai bekal pertanggung jawaban kita kelak di akhirat. Begitulah, para wali mengingatkan agar para penganut Islam melaksanakan hal tersebut ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, ketika kesempatan itu masih ada di depan mata kita, ketika usia masih menempel pada hayat kita ketika kita masih di beri kesehatan . Sambutlah seruan ini dengan sorak sorai.
Dari uraian diatas kita melihat bagaimana Sunan Kalijaga secara jenius menerjemahkan ajaran Islam dalam rangkaian syair dan tembang pendek yang memiliki makna mendalam mengenai perlunya seseorang dalam memperhatikan hidup kita selama di dunia ini. Jangan hanya berorientasi pada keduniawian melainkan berorientasikan pada kehidupan dalam alam kekekalan yaitu akhirat. Sehingga kehidupan dunia dan akhirat harus seimbang. Sunan Kalijaga mengingatkan manusia bahwa kita mempunyai  pertanggung jawaban pribadi kepada Tuhan, Karena semua perbuatan kita akan dimintai pertanggung jawaban dari kita. Sunan Kalijaga menawarkan Islam sebagai jalan dan bekal untuk menghadapi kematian dan pertanggungjawaban akhir. Dengan berbekal mengenai keislaman dengan Rukun Imannya yaitu Sahadat, Sholat, Zakat, Shaum, Haji dan senantiasa melakukan hal-hal yang baik menjauhi perbuatan buruk untuk mendapatkan kehidupan yang baik diakhirat nanti
Kesimpulan
            Tembang lir-ilir ciptaan Sunan Kalijaga ini mempunyai makna yang mendalam dan dapat menginspirasi hakikat kehidupan kita. Karena dalam tembang jawa ini mengandung unsur-unsur ajakan untuk kembali kepada Allah, senantiasa mengingat kepada Allah, dan menahan hawa nafsu agar kita tidak terjerumuskan ke lembah yang tidak di ridho’i Allah, selalu mohon ampun kepada Allah. Sunan Kalijaga juga meningatkan kepada kita bahwa perbuatan baik dan amalan menempati peran penting termasuk Sahadat, Sholat, Zakat, Haji, Puasa dalam Islam sebagai bekal yang menentukan keselamatan seseorang yang harus dibawa dan dipertanggungjawabkan saat mereka mengalami kematian kelak. Lagu Lir Ilir memberi kita pelajaran dan pesan, hendaknya manusia menyadari, bahwa hidup di dunia ini tidak akan lama dalam bahasa jawa diibaratkan “urip iku sekedar mampir ngombe” yang maknanya hidup itu sementara, seyogjanya kita semua harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya sehingga kelak kita akan siap ketika tiba saatnya kita semua dipanggil menghadap kehadirot Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar